Senin, 22 Oktober 2012

Sabtu, 02 Juni 2012

katanya


Dunia malam

Yup, sesekali cerita tentang dugem di Bangkok ya.. Ini pertama kalinya saya bisa keluar residence agak lama setelah 3 minggu, seringnya sih hanya pergi ke mall dekat kampus.
Karena kebetulan ada training 10 hari di lokasi yang masih sekomplek yang melibatkan rekan sekantor, saya merasa lega. Akhirnya ada teman seumuran. Jadwal para trainee itu melingkupi jalan-jalan sore untuk dinner di mall sekitar kota dan kami para penghuni residence diijinkan untuk nebeng. Lumayan tidak perlu berdiri naik bus atau mengeluarkan ekstra untuk taksi. Deuuh.. gaya student banget ya?
Kebetulan lagi ada seorang partisipan Thai, pi Tiny yang bersedia menjadi guide sepanjang perjalanan. Jadilah ia membawa 10 orang rekannya berkeliling kota. Perumpamaannya persis seperti sedang mengangon bebek.. Bebek berumur tepatnya.
Van yang kami tumpangi hanya mengantar sampai stasiun BTS Mo Chit, tidak jauh dari Chatuchak. Pi Tiny mengajarkan kami cara menukar uang, membeli karcis, melewati pintu masuk, dan lain-lain bagi semua yang belum pernah naik kereta cakep. Tapi rasanya semua pernah naik meski di negara-negara berbeda. Hehe.. nasib, kasian ya yang ga punya BTS?
Tujuan kali ini adalah berhenti di Siam Paragon, cari dinner, pergi ke Baiyoke, dan yang terakhir ke pasar malam Chatuchak.
Benar ke situ saja?
Drama belum dimulai.
Sesungguhnya pergi berkelompok dengan karakter berbeda-beda butuh kesabaran dan toleransi luar biasa. Tiba di Siam Paragon jam 7 malam, kami rumpun Melayu memutuskan untuk shalat Maghrib di dekat lift sementara yang lain menunggu di luar. Ini memakan waktu hampir 20 menit. Dilanjutkan dengan menyebrang jembatan dan pi Tiny menunjukkan spot yang sering dipakai turis untuk mengambil gambar di MBK.

Sementara partisipan lain jeprat-jepret sana sini tanpa mengenal waktu, kami menunggu hampir 10 menit padahal sudah waktunya makan malam. Akhirnya diputuskan, no more photos!
Kami menemukan beberapa kedai makanan halal di food court lantai 5  Siam Paragon. Pilihan kali ini adalah Arabic cuisine berupa fried rice with shrimp seharga 12o baht. Setelah berkeliling, ternyata ada juga kedai makanan Indonesia yang diberi nama Jimbaran, Bali. Harga menu dimulai dari 120 baht, sementara untuk minuman rata-rata 80 baht.
Setelah selesai makan malam, ternyata kami kehilangan dua partisipan dari Timur Tengah. Jujur saya khawatir pada aki-aki itu, tapi mereka sendiri yang memilih memisahkan diri.
Episode mencari-cari satu sama lain dimulai. Ketika partisipan A pergi ke toilet dan tidak kembali dalam 5-10 menit, partisipan B menyusul. Tak lama partisipan A kembali, berganti dengan partisipan B yang tidak ada. Selisipan. Belum lagi dengan seorang pasrtisipan yang kerap menghilang dengan alasan yang tidak dimengerti. Kejadian berulang kali ini membuat saya selaku oknum yang menumpang dalam grup mereka memasang muka manyun. Belum lagi ditambah dengan acara sok tawar menawar padahal akhirnya tidak membeli. Jujur, saat pergi berkelompok ini saya paling tidak suka dengan jam karet dan tidak bertoleransi. Apalagi jika masih ada beberapa tempat yang harus dikunjungi dan sekarang sudah hampir jam 9 malam.
Dan benar saja, kami masih harus berkali-kali menaiki tangga untuk menyebrang jalan. Dan lebih takjub lagi, ketika saya mengetahui bahwa tujuan selanjutnya sesuai dengan request adalah Patpong. Mau ngapain?

Patpong adalah kawasan wisata malam daerah Silom yang ramai dikunjungi turis asing. BTS terdekatnya di Sala Daeng. Sebenarnya hanya lokasi di pinggir jalan yang dipenuhi pedagang kaki lima. Mereka berjualan pakaian, suvenir, dengan tambahan CD dewasa dan sex toys. Benar, semuanya digelar begitu saja. Tetapi semakin lama menyusuri jalanan, tiba-tiba pi Tiny memasuki gang yang agak gelap dan dipenuhi para calo yang menawarkan sesuatu. Agak ragu saya mengikuti mereka, tapi mau tetap tinggal di ujung jalanpun rasanya menakutkan. Di gang tersebut ternyata banyak para turis yang duduk-duduk sambil minum-minum, persis seperti di daerah Kuta. Saya tahu saya cuma manusia penuh dosa, tapi saat itu malu sekali ketika saya mengikuti mereka. Semua mata memandangi kami. Terlebih ketika ada yang bertanya, “what are you looking for, ma’am?” Nah lho? Ketika mencapai jalan buntu -mungkin hanya sekitar 50 m dari jalan utama- dan berbalik kembali, saya langsung ngibrit. Teman-teman tadi menertawakan.
Lanjut di gang no 2, saya memutuskan untuk menunggu saja. Kali ini insting kepo saya sedikit jalan dan langsung mencuri dengar. Rupanya para calo tadi menawarkan tiket masuk pertunjukan dewasa seharga 300 baht untuk sex show selama 30 menit. Konon yang terkenal adalah Pingpong show dan berbagai show lain, saya tidak hapal. Tapi saya kurang jelas juga apakah mereka wajib membeli minuman di pub, dengan harga minimal 100 baht atau tidak. Menurut teman-teman yang ikut melintasi tiap pub tadi, ketika tirainya sedikit terbuka terlihat pemandangan di dalamnya yang memuat para wanita cantik berbikini. Grup kami hanya memutuskan untuk sekedar jalan-jalan dan ingin tahu ada apa di sana.
Waktu sudah menunjukkan jam 22 malam,  kami menghapus kunjungan ke Baiyoke Tower karena sudah tutup dan melanjutkan ke pasar malam Chatuchak. Tadinya kami akan menggunakan 2 taksi, tetapi karena sebagian besar belum pernah menaiki tuktuk akhirnya mereka memilih naik tuktuk seharga 200 baht dari Silom ke Chatuchak. Tim dibagi dua, tim perempuan dan lelaki dalam tuktuk yang berbeda. Karena bangku satu tuktuk hanya untuk 3 orang, saya duduk di bawah, persis di belakang supir.
Lima menit di atas tuktuk, kami mengeluarkan uang untuk patungan. Pada saat itulah Kak Fiza dari Malaysia tiba-tiba berteriak dan tarik-tarikan dengan jambret yang mengendarai motor. Jujur, kami semua kaget setengah mati. Tidak menyangka. Sepertinya kami memang sudah dikuntit dari semenjak awal. Saya juga lupa mengingatkan kak Fiza supaya tidak menyimpan tas di lengan kanan yang pas dengan sisi jalan. Teman saya yang turut membantu tarik-menarik masih shock, sementara karena posisi saya membelakangi, saya malah tidak tahu apa-apa. Padahal saat itu saya lengah dan sedang tidak memegang tas.
Sedikit melegakan, karena untungnya dompet kak Fiza ada di tangan karena ia tadinya sedang merapikan uang dalam dompet. Sementara yang diambil adalah tas ransel Hush Puppies berikut kamera touch screen edisi lama berserta sajadah dan mukena. Mungkin para penjambret itu menyesal karena hanya mendapat sedikit barang. Kak Fiza berseloroh, moga-moga para penjambret mendapatkan hidayah karena telah mengambil sajadahnya..haha
Sampai di Chatuchak sekitar jam 22 lewat, dan mendapati pasar malam yang hanya menjual baju-baju biasa. Yang serba seksi dan mini-mini. Alih-alih ingin mencari suvenir khas Thailand, akhirnya kami malah berputar sebentar dan memutuskan untuk kembali dengan taksi. Chatuchak memang lebih nikmat dinikmati di saat siang hari. Dengan terik matahari yang luar biasa, karena itulah sensasinya.
Kami pulang dengan menaiki taksi, hanya membayar 100 baht untuk 5 orang yang duduk berjejalan dan memakan waktu sekitar 30 menit karena traffic jam yang masih luar biasa. Tiba di residence hampir jam 23.20 malam dan harus segera beristirahat sebelum kembali berubah jadi labu.
Benar-benar sebuah pengalaman berharga dunia malam. Setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Buat saya, tetap saja lebih baik tidak berkeliaran di waktu malam. Siapa suruh ya? ..
Ehm, waktunya saya untuk ikut para ABG ke dreamworld nih. Semoga cerita hari ini lebih menyenangkan!

Senin, 05 Maret 2012

Hantu gaul

Malam minggu kliwon, muncullah "hantu ambulans" di sebuah gedung bioskop. Dia ikut mengantri karcis untuk menonton film. Sesampainya di depan loket, dia ditanya oleh petugas.

Petugas: Mau di urutan dan nomor yang mana ...?

Hantu: Barisan huruf A nomor 9.

Petugas: Karcisnya Rp 20.000,00.

Hantu: Maaf saya tidak punya uang, saya adalah hantu ambulans ... hi ... hi ... hi ... hi ....

Petugas: Apaan ...!!!!! Emangnya bioskop ini milik nenek moyangmu. Ayo, bayar atau saya laporin ke satpam.

Hantu: !!!!?????

"Siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi."

Selasa, 28 Februari 2012

cerita rakyat yogyakarta

1. To hear a paragraph, you must have the RealAudio Player . Instructions on how to obtain it and install it can be found on the SEAsite homepage Once you have intalled it, just click on the speaker icon before each paragraph to hear the paragraph read aloud.

2. You can use the interactive dictionary just below to look up words you don't know. The Dictionary will automatically start and you can access it by clciking on the Dictionary Button on the Task Bar.

3. There is a multiple choice quiz at the bottom of the screen that you can take after you have read the story.

4. You can adjust the size of the two sections by dragging the horizontal divider up and down.

This should be the Indonesian dictionary


Di dekat kota Yogyakarta terdapat candi Hindu yang paling indah di Indonesia. Candi ini dibangun dalam abad kesembilan Masehi. Karena terletak di desa Prambanan, maka candi ini disebut candi Prambanan tetapi juga terkenal sebagai candi Lara Jonggrang, sebuah nama yang diambil dari legenda Lara Jonggrang dan Bandung Bondowoso. Beginilah ceritanya.

Konon tersebutlah seorang raja yang bernama Prabu Baka. Beliau bertahta di Prambanan. Raja ini seorang raksasa yang menakutkan dan besar kekuasaannya. Meskipun demikian, kalau sudah takdir, akhirnya dia kalah juga dengan Raja Pengging. Prabu Baka meninggal di medan perang. Kemenangan Raja Pengging itu disebabkan karena bantuan orang kuat yang bernama Bondowoso yang juga terkenal sebagai Bandung Bondowoso karena dia mempunyai senjata sakti yang bernama Bandung.

Dengan persetujuan Raja Pengging, Bandung Bondowoso menempati Istana Prambanan. Di sini dia terpesona oleh kecantikan Lara Jonggrang, putri bekas lawannya -- ya, bahkan putri raja yang dibunuhnya. Bagaimanapun juga, dia akan memperistrinya.

Lara Jonggrang takut menolak pinangan itu. Namun demikian, dia tidak akan menerimanya begitu saja. Dia mau kawin dengan Bandung Bondowoso asalkan syarat-syaratnya dipenuhi. Syaratnya ialah supaya dia dibuatkan seribu candi dan dua sumur yang dalam. Semuanya harus selesai dalam waktu semalam. Bandung Bondowoso menyanggupinya, meskipun agak keberatan. Dia minta bantuan ayahnya sendiri, orang sakti yang mempunyai balatentara roh-roh halus.

Pada hari yang ditentukan, Bandung Bondowoso beserta pengikutnya dan roh-roh halus mulai membangun candi yang besar jumlahnya itu. Sangatlah mengherankan cara dan kecepatan mereka bekerja. Sesudah jam empat pagi hanya tinggal lima buah candi yang harus disiapkan. Di samping itu sumurnya pun sudah hampir selesai.

Seluruh penghuni Istana Prambanan menjadi kebingungan karena mereka yakin bahwa semua syarat Lara Jonggrang akan terpenuhi. Apa yang harus diperbuat? Segera gadis-gadis dibangunkan dan disuruh menumbuk padi di lesung serta menaburkan bunga yang harum baunya. Mendengar bunyi lesung dan mencium bau bunga-bungaan yang harum, roh-roh halus menghentikan pekerjaan mereka karena mereka kira hari sudah siang. Pembuatan candi kurang sebuah, tetapi apa hendak dikata, roh halus berhenti mengerjakan tugasnya dan tanpa bantuan mereka tidak mungkin Bandung Bondowoso menyelesaikannya.

Keesokan harinya waktu Bandung Bondowoso mengetahui bahwa usahanya gagal, bukan main marahnya. Dia mengutuk para gadis di sekitar Prambanan -- tidak akan ada orang yang mau memperistri mereka sampai mereka menjadi perawan tua. Sedangkan Lara Jonggrang sendiri dikutuk menjadi arca. Arca tersebut terdapat dalam ruang candi yang besar yang sampai sekarang dinamai candi Lara Jonggrang. Candi-candi yang ada di dekatnya disebut Candi Sewu yang artinya seribu.